Beranda | Artikel
Radikalisme Sebab Dan Terapinya
Minggu, 12 April 2015

RADIKALISME SEBAB DAN TERAPINYA

Oleh
Ustadz Dr Ali Musri Semjan Putra, MA

LATAR BELAKANG
Banyak hal yang melatar belakangi penulisan topik ini, diantaranya adalah:

  1. Semakin maraknya tindakan radikal di tengah-tengah masyarakat, yang perlu mendapatkan perhatian serius dari semua kalangan, baik dari kalangan tokoh masyarakat, pemerintah dan secara khusus para tokoh agama.
  2. Terdapat kesalahpahaman di tengah sebagian masyarakat dalam menyikapi tindakan radikalisme, dimana mereka berasumsi bahwa tindakan radikal hanya dilakukan oleh orang yang fanatik dalam beragama.
  3. Terdapat sebagian pihak yang memanfaat isu radikalisme untuk menghambat laju perjalanan dakwah sunnah di bumi nusantra ini. Dan menyebarkan informasi yang menyesatkan di media masa bahwa radikalisme disebabkan oleh kepanatikan terhadap ajaran Islam.

TUJUAN BAHASAN

  1. Sebagai betuk peran aktif kita dalam mencarikan solusi terbaik terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa dan umat dewasa ini.
  2. Sebagai kewajiban bagi seorang Muslim untuk menepis berbagai tuduhan negatif terhadap ajaran Islam yang mulia secara umum dan terhadap dakwah Ahlussunnah secara khusus.
  3. Sebagai untaian nasehat kepada umat, agar memeliki sikap waspada terhadap berbagai isu dan pemikiran yang memojokkan Islam. Sekaligus sebagai untaian nasehat kepada sebagian aktifis dakwah yang menyelisihi manhaj salaf dalam menyampaikan dakwah.

DEFINISI RADIKALISME
Sepanjang yang kita baca dari referensi-referensi yang ada, belum kita temukan bahwa radikalisme tertuju pada suatu ajaran agama, apalagi ditujukan secara khusus kepada Islam. Akan tetapi kebanyakan definisi mengkaitkannya dengan politik. Berikut ini kita nukilkan tentang pengertian Radikalisme:

“Radikalisme (dari bahasa Latin radix yang berarti “akar”) adalah istilah yang digunakan pada akhir abad ke-18 untuk pendukung Gerakan Radikal. Dalam sejarah, gerakan yang dimulai di Britania Raya ini meminta reformasi sistem pemilihan secara radikal. Gerakan ini awalnya menyatakan dirinya sebagai partai kiri jauh yang menentang partai kanan jauh. Begitu “radikalisme” historis mulai terserap dalam perkembangan liberalisme politik, pada abad ke-19 makna istilah radikal di Britania Raya dan Eropa daratan berubah menjadi ideologi liberal yang progresif”[1].

Melalui penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa asal muasal tindakan radikal muncul dari salah satu aliran politik bukan dari ajaran agama tertentu. Dengan kata lain dapat pula kita nyatakan bahwa gerakan radikal tidak bersumber dari ajaran agama. Namun bisa saja terjadi kesalah pahaman dalam agama menimbulkan gerakan radikal.

Kebiasan dalam stigma Radikalisme, suatu kelompok akan menuduh kelompok lain sebagai kelompok radikal, belum ada standar yang jelas dalam penilaian kapan suatu kelompok atau pribadi tertentu disebut sebagai orang atau kelompok yang berpaham radikal. Selama ini wewenang penilaian selalu diserahkan pada presepsi media masa atau pengaruh kekuatan politik. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan membaca sejarah radikalisme dari masa ke masa.

“Namun perlu kita ketahui bahwa tuduhan radikalisme untuk umat Islam baru dikenal beberapa tahun belakangan ini. Diawali sejak perang dingin antara dua negara adikuasa berakhir, setelah kalahnya adikuasa Uni Sovyet dalam melawan Afganistan. Lalu negara-negara Islam yang berada dalam cengkraman negara tersebut berusaha melepaskan diri. Kemudian lebih mengemuka lagi setelah kejadian 11 September di Amerika Serikat tahun 2001.

Akan tetapi suatu hal yang sangat mengherankan sekaligus memalukan adanya pernyataan dari salah seorang yang dianggap sebagai tokoh Islam bahwa ciri kelompok Radikalisme adalah jenggotan, celana cingkrangan dan selalu membawa mushaf kecil. Hal ini menunjukkan keterbelakangan tokoh tersebut dalam segi informasi dan pemikiran apa lagi tentang pemahaman ajaran agama. Pernyataan tersebut disamping tidak sesuai dengan fakta juga terselip bentuk kebencian terhadap umat Islam yang berusaha menjalan agamanya sesuai dengan yang diperintahkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .[2]

SEJARAH RADIKALISME
Dalam wikipedia disebutkan: “Menurut Encyclopædia Britannica, kata “radikal” dalam konteks politik pertama kali digunakan oleh Charles James Fox. Pada tahun 1797, ia mendeklarasikan “reformasi radikal” sistem pemilihan, sehingga istilah ini digunakan untuk mengidentifikasi pergerakan yang mendukung reformasi parlemen.”[3]

Radikalisme dapat mengacu kepada beberapa hal berikut:
Ekstremisme, dalam politik berarti tergolong kepada kelompok-kelompok radikal kiri, Ekstrem kiri atau Ekstrem kanan.

Radikalisasi, transformasi dari sikap pasif atau aktivisme kepada sikap yang lebih radikal, revolusioner, ekstrem, atau militan. Sementara istilah “Radikal” biasanya dihubungkan dengan gerakan-gerakan ekstrem kiri, “Radikalisasi” tidak membuat perbedaan seperti itu.

Dalam pengertian khusus:
Radikalisme (historis), sebuah kelompok atau gerakan politik yang kendur dengan tujuan mencapai kemerdekaan atau pembaruan electoral yang mencakup mereka yang berusaha mencapai republikanisme, penghapusan gelar, redistribusi hak milik dan kebebasan pers, dan dihubungkan dengan perkembangan liberalisme.

Partai Radikal – sejumlah organisasi politik yang menyebut dirinya Partai Radikal, atau menggunakan kata Radikal sebagai bagian dari namanya[4].

Dalam kenyataan sejarah pihak yang berkuasa atau pihak yang tidak mau kekuatannya dilemahkan selalu menuduh pihak yang lemah sebagai kaum radikal. Sedangkan sikap radikal mereka terhadap orang lain tidak dinilai sebagai tindakan radikal.

Radikalisme sudah mulai ada sejak diutusnya Rasul pertama Nuh Alaihissallam, dimana kaum beliau tidak segan-segan mengejek dan menghina Nabi Nuh Alaihissallam untuk mempertahankan keyakinan yang mereka anut. Kemudian berlanjut sesuai dengan perjalanan waktu sampai pada masa Nabi Ibrâhîm Alaihissallam, dimana beliau mengalami penyiksaan dari kekuatan politik Namrud yang Radikal. Selanjutnya nabi Musa Alaihissallam, bagaimana pula beliau bersama bani Israil mengalami berbagai penyiksaan dan pembunuhan dari kekuatan politik yang radikal dibawah pimpinan Fir’aun. Bahkan Fir’aun dan kaumnya menuduh Nabi Musa Alaihissallam sebagai orang yang berbuat kerusakan di muka bumi. Sebagaimana Allâh Azza wa Jalla sebutkan dalam al-Qur’ân:

قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ اسْتَعِينُوا بِاللَّهِ وَاصْبِرُوا ۖ إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۖ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

Masyarakat dari kaum Fir’aun berkata, “Apakah engkau ingin membiarkan Musa berbuat kerusakan di muka bumi ini? Dan ia meninggalkan kamu dan sesembahanmu.” Fir’aun menjawab, “Kita akan bunuh anak-anaak mereka yang laki-laki dan membiarkan anak-anak perempuan mereka. Dan sesungguhnya kita orang-orang yang berkuasa di atas mereka. [Al-A’râf/7:128]

Demikian pula radikalisme yang dilakukan oleh umat Yahudi terhadap nab Isa Alaihissallam. Hal yang sama, bahkan lebih dari itu yang dialami oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para Shahabat Beliau Radhiyallahu anhum di kota Mekah. Mereka ditindas, disiksa, bahkan dibunuh.

Di zaman era globalisasi betapa banyak tindakkan politik radikal yang telah membunuh ratusan juta jiwa dan membinasakan harta-benda, seperti Afghanistan, Iraq, Iran, Libia, Suria dan Yaman serta pembunuhan yang terjadi di bumi Palestina yang tidak pernah dipandang oleh dunia sebagai tindakkan radikal.

Maka inti dari permasalahan Radikalisme adalah ketika menilai pelaku tindak radikal yang teroganisir sebagai gerakan anti radikalisme, pada hal sejatinya mereka yang lebih pantas untuk disebut sebagai kaum radikal.

SEBAB-SEBAB RADIKALISME[5]
Mengenal sebab tentang sesuatu hal yang ingin kita terapi adalah amat penting. Karena melalui sebab-sebab tersebut akan dilakukan diagnosa untuk memberikan terapi yang tepat terhadap suatu penyakit. Oleh sebab itu sebelum memberikan resep dan terapi, kita penting mengenal sebab akibat dari suatu penyakit. Supaya terapi yang diberikan tepat mengena sasaran, sehingga diharapkan kesehatan akan sangat cepat dapat dipulihkan. Bahkan terapinya tidak mesti makan obat, akan tetapi mungkin cukup dengan menghindari sebab-sebanya saja.

Jika kita cermati banyak sekali persoalan yang mendukung dan menyebabkan muncul dan berkembangnya Radikalisme. Pada berikut ini kita akan sebutkan yang paling dominan saja, diantaranya:

1. Penjajahan dan pencaplokan terhadap negara-negara Muslim, seperti Palestina, Iraq, dan Afganistan. Dunia bungkam seribu bahasa terhadap penjajahan yang dilakukan Israil dan Amerika. Kenapa presiden George Bush tidak dibawa ke mahkamah internasional sebagai penjahat perang. Karena ia telah menentang keputusan PBB dan dunia internasional dalam penyerbuannya ke Iraq. Bahkan alasan penyerbuan tersebut tidak terbukti seperti yang dituduhkan bahwa adanya pembuatan senjata pembunuh massal dan nuklir di Iraq. Demikian pula kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina. Kenapa dunia internasional tidak menindak dan menghukum Israel terhadap kejahatan dan kekejamannya di Palestina? Kenapa Israel boleh membangun pabrik pengayaan uranium dan senjara nuklir tetapi negara lain tidak? Apakah ini semua yang dinamakan sebagai keadilan dan demokrasi yang diterapkan dan dipaksakan oleh Barat dan Amerika kepada negara-negara lain?

Sesungguhnya semua hal ini tidak luput dari perhatian pemimpin-pemimpin negara Muslim. Mudah-mudahan Allâh Azza wa Jalla memberikan kekuatan kepada mereka untuk berani berbicara di dunia internasional demi keadilan.

Kenapa yang dihancurkan dan dimusnahkan adalah negara dan manusia yang tidak bersalah hanya demi untuk menangkap Saddam dan Bin Laden? Sesungguhnya orang-orang kafir memang tidak akan pernah berbuat adil.

وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zhalim. [Al-Baqarah/2:254]

Dalam ayat lain Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ

Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allâh lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya Allâh memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak [Ibrâhîm/14:42]

Allâh tegaskan lagi pada ayat lain:

إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung [Yûsuf/12:23]

2. Penindasan terhadap umat Islam di berbagai belahan dunia terutama di negara-negara yang mayoritas penduduknya orang-orang kafir, mereka dikekang dan dibelenggu, tidak bebas menjalankan ajaran agama mereka secara sempurna. Walaupun menurut undang-undang internasional setiap individu dijamin kebebasan untuk menjalankan agamanya. Akan tetapi undang-undang ini hanya dinikmati oleh orang-orang kafir yang berada di negara-negara Muslim. Adapun untuk orang Muslim yang berada di negara-negara orang-orang kafir undang-undang tersebut tidak diberlakukan. Tentu yang berkewajiban menyampaikan hal ini adalah para penguasa Muslim di hapan para pemimpin dunia.

3. Kezhaliman dari sebagian penguasa terhadap aktivis-aktivis dakwah, yang menimbulkan dendam yang berkepanjangan dalam diri sebagian mereka. Kemudian diiringi dengan konflik perebutan kebijakan dalam kekuasaan antara aktifis dakwah dengan sebagian penguasa. Sehingga tidak jarang bermuara kepada penculikkan dan pembunuhan dari pihak penguasa terhadap aktifis dakwah. Ditambah lagi adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang sengaja membenturkan antara umat Islam dengan pihak penguasa. Sehingga ada kekhawatiran dari pihak penguasa akan terjadinya Islamisasi terhadap sebuah bangsa. Lalu dianggap dapat mengganggu keamanan dan persatuan bangsa.

Kesalahan ini tidak bisa dibebankan pada pihak tertentu, tetapi dari kedua belah pihak terdapat kesalahan. Karena diantara aktivis dakwah ada yang menjadikan isu Islam sebagai batu loncatan untuk memuaskan nafsu politiknya. Tetapi perlu diyakini oleh semua penegak bangsa ini bahwa Islam adalah perekat persatuan bangsa. Islam menyuruh pemeluknya untuk taat kepada penguasa dalam segala kebenaran. Islam mengharamkan tindakan-tindakan yang dapat melemahkan penguasa walau terdapat penyimpangan di tengah-tengah penguasa.  Hal ini ditekankan oleh setiap Ulama dalam kitab-kitab aqidah Ahlussunnah wal jama’ah.

4. Kebodohan umat terhadap agama terutama masalah aqidah dan hukum-hukum jihad.
Tatkala kebodohan dan kemunduran terhadap pemahaman agama tersebar di tengah-tengah masyarakat Islam, terutama generasi muda, maka ini menjadi ladang subur bagi alira-aliran sesat untuk menyebarkan doktrin-doktrin mereka termasuk gerakan Radikalisme terutama dikalangan generasi muda. Pembodohan tersebut ada terprogram dalam sistem pendidikan dan ada pula yang tidak disengaja.

5. Ghuluw (ekstrim) dalam pemahaman dan pengamalan agama dari sebagian generasi muda Islam. Semangat beragama yang tidak diiringi dan pengetahuan agama yang cukup dan pemahaman yang benar sering membawa kepada sikap eksrim dalam bersikap dan bertindak.

Sesungguhnya setan dalam menjerumuskan manusia kedalam kesesatan itu dengan memanfaatkan dua pintu ; pintu syahwat (maksiat) dan pintu syubhat (bid’ah/ ghuluw). Jika seseorang gila syahwat maka setan akan menyesatkanya melalui pintu maksiat. Dan bila seseorang senang berbuat taat, maka setan akan menyesatkan melalui pintu bid’ah atau ghuluw. Hal ini terjadi jika keta’atan tersebut tidak berdasarkan kepada ilmu dan sunnah.

Yang dimaksud dengan ghuluw adalah melampaui batas perintah agama, sampai akhirnya terjerumus kepada perbuatan bid’ah. Berikut kita sebutkan dalil dari al Qur’an dan sunnah tentang larangan tindakan ghuluw dalam agama:

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ

Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allâh kecuali yang benar [An-Nisâ/4:171]

Dan Firman Allâh Azza wa Jalla :

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

Katakanlah, “Hai Ahli Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus” [Al-Mâidah/5:77]

Diriwayat oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Wahai manusia! Jauhilah sikap ghuluw (eksrim) dalam beragama. Karena sungguh sikap ghuluw beragama telah membinasakan orang-orang sebelum kalian”[6].

6. Jauh dari bimbingan Ulama dalam mempelajari dan memahami ajaran agama.
Mempelajari agama dengan acara otodidak atau belajar agama bukan kepada ahlinya adalah diantara penyebab utama lahirnya berbagai kesesatan dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama. Yang salah bukan agama, akan tetapi cara dan jalan yang ditempuh dalam memahaminya. Oleh sebab itu Allâh Azza wa Jalla perintahkan agar kita bertanya kepada ahlinya.

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu jika kamu tidak mengetahui. [An-Nahl/16:43]

Jangankan ilmu agama, ilmu dunia sekalipun jika tidak dipelajari melalui ahlinya akan membawa kepada kebinasaan. Coba kita bayangkan jika seseorang ingin menjadi seorang dokter. Ia pergi ke toko buku lalu ia beli segala buku kedokteran. Kemudian ia coba memahami sendiri di rumah tanpa belajar kepada ahli kesehatan. Atau buku tersebut ia pahami menurut konsep dukun atau ia pelajari melalui dukun. Lalu setelah lima tahun ia membuka pratek pelayanan kesehatan, kira-kira bagaimana jadinya jika orang seperti itu mengobati masyarakat. Orang seperti ini pasti ditangkap dan diproses ke pengadilan karena dianggap sebagai dokter gadungan. Tetapi sekarang banyak Ulama dan da’i  gadungan kenapa tidak ditangkap? Padahal mereka jauh lebih berbahaya dari dokter gadungan.

Kemarin ia sebagai bintang film, pelawak, model, penyanyi dan bekas tahananan kejahatan. Tiba-tiba hari ini menjadi da’i kondang dan berfatwa dengan seenaknya. Tokoh politik pun ikut berbicara masalah agama dan mengacak-acak ajaran agama.

Dan lebih sadis lagi, ada yang belajar Islam kepada orang kafir. Mereka yang sudah nyata-nyata sesat dalam memahami Taurat dan Injil, lalu mengapa sekarang al-Qur’an dipelajari melalui mereka? Sekalipun ini terasa aneh tapi nyata.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin ‘Ash Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari (dada) manusia. Akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga tatkala Dia tidak menyisakan seorang pun yang berilmu maka manusia pun menjadikan para tokoh yang tidak berilmu (sebagai ulama). Lalu mereka ini ditanya (tentang permasalahan agama) maka mereka pun berfatwa tanpa didasari ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan.[7]

7. Kemungkaran merajalelal di tengah masyarakat, baik dari segi akhlak maupun pemikiran. Alasan kebebasan dalam berfikir dan bersikap telah membuka pintu lebar-lebar bagi para penyembah hawa nafsu dan kaum zindiq untuk merusak ajaran agama.

Ini lebih tepat kalau kita sebut kebablasan bukan kebebasan. Kebebasan seperti ini sangat sulit untuk dibedakan dengan kebebasan hutan belantara dengan kebebasan manusia yang memiliki akal. Sebaliknya bila ada orang yang menjalankan ajaran agama secara benar dianggap melanggar kebebasan. Kebebasan sepihak ini membuat sebagian pihak tidak senang dan memicu tindak Radikal di tengah-tengah masyarakat.

8. Pengawasan yang lemah dari badan penegak hukum dalam menindak berbagai bentuk pelanggaran hukum yang terjadi. Terutama sekali bagi orang yang menghina dan mencela simbol dan hukum-hukum agama. Hukum Allâh Azza wa Jalla disalahkan dan dikritik habis-habisan, adapun undang-undang dan hukum buatan manusia tidak boleh dikritik dan disalahkan. Bagaimana jika seandainya ada seseorang yang menafsirkan Undang-undang 45, dan KUHP dengan seenaknya dan semaunya. Pasti orang tersebut akan dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Namun bila ada orang yang menafsirkan al-Qur’ân dengan seenaknya lalu mengolok-olok hukum Allâh Azza wa Jalla dan isi al-Qur’ân, bila dituntut untuk dihukum dan diproses, dianggap bertentangan dengan undang-undang hak asasi manusia. Bahkan penistaan agama terdapat di kampus-kampus Islam, seperti baru-baru ini kaum Muslimin dihebohkan oleh tindakan mahasiswa salah satu kampus Islam yang membuat spanduk bertuliskan “Tuhan telah membusuk”.

9. Para da’i kurang matang dari segi ilmu, kesabaran dan pengalaman dalam menghadapi tantangan dakwah. Sebahagian orang ada yang menginginkan jika berdakwah mulai di pagi hari, maka di sore hari harus melihat perubahan total 180 darjat. Hal ini bertentangan sunnah kauniyah dan sunnah syar’iyah. Secara kauniyah segala sesuatu mengalami perubahan dengan cara beransur-ansur. Demikian pula dalam sunnah syar’iyah, Allâh Azza wa Jalla menurunkan syari’atnya secara beransur-ansur. Diantara para Nabi ada yang berdakwah ratusan tahun, seperti nabi Nûh Alaihissallam, akan tetapi beliau Alaihissallam sabar dalam menunggu hasil. Diantara mereka juga yang diutus kepada penguasa yang kejam, seperti nabi Ibrâhîm Alaihissallam dan nabi Musa Alaihissallam, namun mereka sabar dalam mendakwahi kaumnya. Tidak pernah mengajak pengikutnya untuk menculik dan merusak fasilitas negara. Demikian pula halnya nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Mekkah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pengikutnya disiksa dan dihina, bahkan ada keluaga Ammâr bin Yasir Radhiyallahu anhu disiksa dihadapan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ketika itu, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan perbuatan radikal kepada orang kafir, bahkan menyuruh sebahagian Shahabat untuk hijrah ke negeri Najasyi yang beragama Nasrani. Tidakkah para da’i kita mengambil ‘ibroh dan pelajaran dari perjalanan dakwah nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?

TERAPI RADIKALISME
1. Menghentikan penjajahan terhadap negara-negara Muslim, serta mengembalikan hak-hak umat Islam terutama di Palestina, Afganistan, Irak dan Miyanmar.
Pada awal makalah ini telah kita paparkan tentang beberapa sebab yang memicu munculnya aksi radikalisme di berbagai negara di dunia. Menurut hemat kami, penjajahan dan pencaplokan terhadap negara-negara Muslim, seperti Palestina, Iraq, dan Afghanistan adalah diantara sebab utama dalam persoalan ini. Maka untuk solusinya adalah menghentikan segala bentuk penjajahan tersebut. Termasuk juga pemaksaan barat untuk mengikuti sistem politik mereka. Karena masing-masing belahan dunia memiliki karakteristik yang berbada. Jangan mau disamakan semua bentuk sistem politik di seluruh dunia. Ini telah melanggar hak kebebasan sebuah negara dalam menentukan cara hidup bernegara mereka. Ini adalah penjajahan yang dibungkus dengan sempalan demokrasi.

2. Menghentikan penindasan dan pengekangan terhadap umat Islam dari kebebasan menjalankan ajaran agama mereka, terutama di negara-negara yang mayoritas penduduknya orang-orang kafir.
Menurut hemat kami gerakkan radikalisme akan bisa ditanggulangi bahkan dihentikan, bila penindasan dan pengekangan terhadap umat Islam dari menjalankan ajaran agama mereka dihentikan terutama di negara-negara yang mayoritas penduduknya orang-orang kafir.

3. Menegakkan nilai-nilai keadilan di tengah-tengah masyarakat, serta menumpas segala bentuk maksiat dan kemungkaran terutama penodaan terhadap agama.
Disamping kita mengecam aksi radikalisme, sebaliknya perlu pula mencegah segala macam bentuk kemungkaran, terutama sekali pencemaran dan penodaan agama di tangan orang-orang liberal. Karena hal ini juga akan berakibat kepada radikal. Walau diawalnya tidak terkesan menimbulkan aksi radikalisme, namun muaranya tetap berakibat ke sana. Karena mereka menciptakan pembodohan dalam agama, bila masyarakat bodoh dengan agama doktrin-doktrin sesat sangat mudah berjangkit di tengah-tengah masyarakat. Ibaratnya jika masyarakat tidak diberi gizi aqidah yang sehat maka masyarakat akan mudah terjangkit berbagai macam penyakit aqidah yang sesat.

4. Menanamkan aqidah yang benar kepada umat, terutama generasi muda.
Karena jika kita cermati, hanya dengan mengajarkan aqidah yang benar segala bahaya bisa kita hadapi. Islam memiliki solusi yang sempurna untuk memecahkan segala permasalahan, baik sosial politik maupun sosial keagamaan termasuk hubungan antar umat beragama. Islam mengharamkan perbuatan zhalim terhadap sesama manusia bahkan terhadap binatang sekalipun. Radikalis tidak mungkin bisa ditumpas dengan kekuatan pasukan dan senjata semata. Sekalipun personnya mati, akan tetapi pemikiran dan doktrinnya tetap berkembang melaui tulisan dan media-media lainnya. Di negeri ini banyak sekali referensi yang menyebar dan menebar doktrin radikalis dengan alasan kebebasan berpendapat dan berfikir.

5. Mempelajari ilmu agama dari Ulama yang terpercaya dan dalam ilmunya, bukan orang yang berpura-pura seperti Ulama.
Perlu kami tegaskan sekali lagi, bahwa yang kami maksud pakar agama di sini adalah orang yang menimba ilmu agama dibawah asuhan Ulama, bukan dibawah asuhan orang yang tidak mengerti agama. Seperti orang mempelajari agama kepada tokoh-tokoh kafir, dimana mereka telah membuat kerancuan-kerancuan dalam pemahaman agama. Lalu kerancuan itu dibungkus dengan istilah pembaharuan, yang pada hakikatnya adalah membuat penyelewengan dalam agama.

Firman Allâh Azza wa Jalla :

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Bertanyalah kepada para Ulama jika kamu tidak mengetahui (sebuah perkara agama)

Disamping itu perlu ada dukungan nyata dari penguasa untuk menfasilitasi para tokoh agama dalam menyampaikan pesan-pesan agama kepada masyarakat. Ironisnya, yang kita dapati dewasa ini banyak yang berbicara agama bukan dari kalangan Ulama. Apalagi bila kita bicara masalah materi dan kualitas keilmuannya yang sangat jauh di bawah standar layak. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bila kita temui di tengah-tengah masyarakat paham-paham aneh dan penyimpang. Betapa pula banyak kita saksikan para penjual ayat-ayat Allâh Azza wa Jalla demi mendapatkan popularitas, kedudukan dan jabatan. Mereka memutar balikan pengertian ayat-ayat Allâh, secara khusus ayat-ayat yang berbicara plural.

Hasil dari pendidikan agama yang jauh dari bimbingan Ulama akan bermuara kepada dua hal : Pertama, ghuluw atau ifraath (ekstrim) yaitu kelompok yang berlebih-lebihan dan suka melampui batasan-batasan agama. Kedua: Jafâ’ atau tafrîth (pelecehan) yaitu kelompok yang suka mempemainkan dan melecehkan perintah-perintah agama. Kedua-duanya akan bermuara kepada radikalisme. Solusinya adalah kembalikan kedudukan Ulama di tengah-tengah masyarakat sebagai pengayom, pemandu dan pengarah. Demikian pula, para Ulama harus benar-benar menyadari tagung jawab mereka atas umat. Dimana di akhirat kelak mereka akan diminta pertanggungjawaban dan akan ditanya tentang ilmu dan fatwa-fatwa mereka. Maka seyogyanya, setiap penyuluh agama benar-benar berbicara sesuai dengan ilmu yang berdasarkan al-Qur’ân dan Sunnah yang shahih.

6. Mengembalikan persoalan-persoalan penting kepada Umara’ dan Ulama.
Banyak hal penting yang seharusnya menjadi hak penguasa yang direbut oleh sebahagian ormas Islam sehingga menimbulkan dualisme kebijakan, yang pada akhirnya berpeluang untuk terjadinya konflik atar sesama golongan dan kelompok. Sebaliknya, banyak pula hal yang seharus dibawah otoritas Ulama akan tetapi direbut oleh penguasa. Keretakan dalam kebijakkan ini berpeluang besar untuk saling rebut kepentingan yang akan bermuara kepada konflik harizontal.

Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan jika seandainya mereka itu menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengambil keputusan (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allâh kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaitan, kecuali sebahagian kecil” [An-Nisâ/4:83]

Sebagian Ulama ahli tafsir mengartikan ulil amri dalam ayat tersebut dengan Umara’ dan Ulama.

7. Kerjasama antara Ulama dam Umara’ dalam pencerahan pemahaman agama kepada generasi muda.
Melalui tulisan ini kami mengusulkan kepada berbagai pihak terkait untuk membenahi tatanan pembinaan generasi muda bangsa ini. Mereka tidak dibina dari segi keterampilan dan keilmuan semata tapi yang lebih penting lagi pembinaan akhlak dan keimanan. Kemudian memperbaiki mutu kurikulum pendidikan agama dalam berbagai jenjang pendidikan, terlebih khusus kurikulum Aqidah. Agaknya pemerintah perlu menyediakan anggaran untuk kelancaran pencerahan pemahaman Islam di tengah-tengah generasi muda. Serta menghilangkan berbagai kecurigaan tentang perkembangan Islam. Sesungguhnya Islam adalah rahmat untuk seluruh umat.

8. Perhatian orang tua terhadap pendidikan agama anak-anak mereka serta mengawasi kegiatan anak-anak mereka di luar rumah.
Diantara hal yang sangat memperihatinkan di masa moderen ini adalah hubungan antar anggota keluarga. Semua kita sibuk dengan urusan masing-masing, sehingga rumah tangga seperti hotel, penghuninya tidak saling komunikasi antara satu dengan yang lainnya. Hubungan anak dengan orang tua hanya sebatas memberi makan dan kebutuhan lahiriyah semata.

Amat jarang orang tua memberikan perhatian pendidikan agama bagi anak-anak mereka. Mereka berani membayar ratusan ribu bahkan jutaan untuk kursus bahasa inggris, matematika, sains dan ilmu lainya, namun untuk pendidikan agama tidak mau membayar walau sepuluh ribu perbulannya. Mereka berlangganan majalah setiap bulan dan koran setiap hari, akan tetapi buku-buku agama tidak pernah mereka belikan untuk anak-anak mereka. Perlu diketahui bahwa manusia memiliki dua sisi kebutuhan yang tidak bisa diabaikan salah satu di antara keduanya ; kebutuhan rohani dan jasmani. Bahkan kebutuhan rohani jauh lebih penting untuk dipenuhi daripada kebutuhan jasmani. Seharusnya setiap kepala keluarga melindungi anggota keluarga mereka masing-masing dari berbagai pengaruh aliran sesat. Dengan cara memberikan pengetahuan agama yang benar kepada anggota keluarga mereka.

9. Kepedulian masyarakat terhadap sesama, meninggalkan sikap acuh dan individualisme.
Diantara sebab berkembangnya paham radikalisme adalah sikap ketidakpedulian masyarakat terhadap sesama. Sehingga radikalisme dapat berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat yang lain dalam menyebarkan doktrin mereka di tengah-tengah masyarakat. Maka diantara solusi yang dapat mengantipasi perkembangan paham radikalisme dan paham-paham sesat lainnya adalah dengan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap sesama dan meninggalkan sikap acuh serta individualisme. Sistem komunikasi modern mampu membuka jaringan komunikasi jarak jauh, namun terkadang merusak jaringan komunikasi jarak pendek. Sering sebuah keluarga tidak kenal dengan tetangganya. Ia tidak menyadari bahwa buruk dan baiknya tetangga akan mempengaruhi ketentraman keluarganya.

Salah satu ciri aliran sesat dalam mengembangkan ajarannya adalah dengan bersembunyi-sembunyi dalam menyampaikan ajaran agama. Untuk ikut kedalam kelompoknya memiliki syarat-syarat tertentu yang harus diikuti.

Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata, “Apabila engkau melihat sekelompok kaum bersembunyi-sembunyi dengan sesuatu dalam urusan agama mereka tanpa melibatkan orang umum, maka ketahuilah sesungguhnya mereka sedang menciptakan sebuah kesesatan.”[8]

Ini bukan berarti bahwa masyarakat senantiasa harus mencurigai majlis-majlis pengajian, akan tetapi perlu klarafikasi terhadap kelompok kajian yang tertutup, dan melaporkan kepada pihak terkait untuk melakukan penelitiaan, apakah ada penyimpangan dalam kelompok kajian tersebut.

10. Meningkatkan pengawasan Ulama dan pihak terkait terhadap perkembangan pemahaman agama yang berkembang di masyarakat.
Hendaknya para Ulama juga pihak-pihak terkait meningkat pengawasan mereka terhadap perkembangan pemahaman keagamaan di tengah-tengah masyarakat. Agar segala bentuk penyimpangan yang terjadi dalam pemahaman agama dapat diantisipasi sejak dini. Ibarat api jika masih dalam bentuk nyala lilin sangat mudah untuk dipadamkan. Namun apabila sudah menjadi besar dan bergejolak, api tersebut akan sangat sulit untuk dipadamkan.

KESIMPULAN
Diantara bagian terpenting dalam mencegah dan menanggulang radikalisme adalah perlunya memperhatikan sebab-sebab yang memancing untuk bangkit dan berkembangnya paham radikal.

Bahwa pencegahan dan penanggulangan radikalisme perlu dilakukan dengan cara lebih fokus, terarah dan terkoordinir dengan melibatkan unsur-unsur penting dari kalang Ulama dan Umara’.

Ulama dan keluarga memiliki peran penting dalam pencegahan dan penanggulangan perkembangan paham radikal.

Pencegahan radikalisme akan lebih efektif dengan melakukan pendekatan persuasif dan pendekatan emosional keagamaan dari pada pencegahan dengan menggunakan senjata.

PENUTUP
Sebagai penutup kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kekeliruan dalam penyampaian materi ini. Semua itu adalah karena keterbatasan ilmu yang kami miliki. Semoga apa yang kami sampaikan ini bermanfaat bagi kami sendiri dan bagi kaum Muslimin semua.

Semoga Allâh Azza wa Jalla memperlihatkan kepada kita yang benar itu adalah benar, kemudian menuntun kita untuk mengikutinya. Dan memperlihatkan kepada kita yang salah itu adalah salah, dan kita dijauhkan dari mengikuti hal yang salah tersebut.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 075/Tahun XVIII/1436H/2015. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]
_______
Footnote
[1] (http://id.wikipedia.org/wiki/Radikalisme_%28sejarah%29).
[2] Lihat “Terorisme; Sabab dan Solusi Penanggulangannya”.
[3] Dinukil dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Radikalisme_%28sejarah%29).
[4] Dinukil dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Radikalisme).
[5] Bahasan ini diambil dari tulisan penulis “Terorisme; Sebab dan Solusi Penanggulangannya”.
[6] HR. Imam an-Nasâ’i : 5/268 (3057) dan Imam Ibnu Mâjah: 2/1008 (3029) serta dishahihkan oleh Syaikh al-Bâni.
[7] HR. Imam al-Bukhâri: 1/50 (100) dan Imam Muslim: 8/60 (6971).
[8] Diriwayatkan oleh Imam Dârimi: 1/103 (307) dan al-Lâlikâi: 1/135 (251).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4120-radikalisme-sebab-dan-terapinya.html